Senin, 19 Mei 2014



Prabu Salya, adalah saudara Dewi Madrim Ibu dari Nakula dan Sadewa. Ia mendengar berita bahwa Pandawa berkemah di Upaplawya dan sedang sibuk mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan perang yang akan datang. Prabu Salya lalu mempersiapkan balatentaranya dalam jumlah yang amat besar dan mengirim mereka ke tempat berkumpulnya pasukan perang Pandawa.

Berita keberangkatan Prabu Salya bersama balatentaranya sampai ke telinga Duryodhana. Ia memerintahkan sejumlah perwiranya untuk menyambut Prabu Salya dan memerintahkan pasukannya untuk membangun beratus-ratus tempat peristirahatan di sepanjang jalan yang akan dilalui balatentara Prabu Salya. Tempat peristirahatan itu dihias dengan sangat indah. Waktu beristirahat, balatentara Prabu Salya dijamu dengan aneka macam makanan dan minuman yang berlimpah dan dihibur dengan berbagai pertunjukkan kesenian yang memikat.

Seluruh balatentara Prabu Salya merasa senang dan puas menerima sambutan Duryodhana. Prabu Salya sendiri menemui salah seorang perwira tinggi pasukan Duryodhana dan berkata, “Aku ingin memberi hadiah kepadamu dan kepada mereka yang telah menyambut kami dengan ramah. Katakan kepada Duryodhana bahwa aku sangat berterima kasih kepadanya”.

Perwira itu lalu menyampaikan pesan Prabu Salya kepada Duryodhana. Mendengar hal itu, Duryodhana yang memang menunggu saat paling tepat untuk menemui Prabu Salya, segera menemui Raja tersebut. Dihadapan Prabu Salya, ia mengatakan betapa besarnya kehormatan yang diperolehnya karena Raja Salya merasa senang oleh sambutan pasukan Duryodhana. Tutur kata Duryodhana yang ramah benar-benar menyenangkan hati Prabu Salya yang sama sekali tidak punya prasangka apapun. Ia mengira semua itu merupakan ungkapan ketulusan Kurawa. “Alangkah hormat dan baik hatinya engkau kepada kami”, kata Prabu Salya yang terbuai oleh sambutan luar biasa dan keramahan pasukan Duryodhana. “Bagaimana aku bisa membalas budi baikmu ?” tanya Salya.
Duryodhana lalu menjawab, “Sebaiknya kau dan balatentaramu bertempur di pihak kami. Itulah yang kuharapkan sebagai balas budimu”.

Prabu Salya sangat kaget mendengarnya. Ia terdiam, terpaku. Maka sadarlah ia dengan siapa sebenarnya ia berhadapan.Duryodhana melanjutkan, “Engkau sama berartinya bagi kami berdua. Kami adalah keponakanmu juga. Engkau harus penuhi permintaanku dan berikan bantuanmu kepadaku”.

Karena telah menerima pelayanan yang sangat baik dari anak buah Duryodhana selama beristirahat, dengan singkat Prabu Salya menjawab, “Kalau memang demikian keinginanmu, baiklah !”.
Duryodhana yang belum merasa yakin akan jawaban itu, mendesak Prabu Salya sekali lagi sebelum raja itu pergi.

Prabu Salya memandang Duryodhana dengan tajam sambil berkata, “Duryodhana, percayalah kepadaku. Aku berikan kehormatan ucapanku kepadamu. Tetapi aku harus menemui Yudhistira untuk menyampaikan keputusanku”.

Akhirnya Duryodhana berkata, “Pergilah menemui Yudhistira, tetapi kembalilah segera. Jangan ingkari janjimu”.
Salya hanya berkata, “Kembalilah ke istanamu dan peganglah kata-kataku. Aku tidak akan mengkhianatimu”.
Setelah berkata demikian, ia meneruskan perjalanannya menuju Upaplawya, tempat perkemahan Pandawa.

Pandawa menyambut paman mereka dengan gembira. Nakula dan Sadewa langsung menceritakan pengalaman pahit yang mereka alami selama hidup di pengasingan. Tetapi, ketika mereka mengharapkan bantuan Prabu Salya dalam peperangan yang akan datang, dengan sedih Raja itu berkata bahwa ia telah menjanjikan dukungannya kepada Duryodhana.

Yudhistira sangat terkejut dan menyesali dirinya sendiri karena sejak awal yakin bahwa Prabu Salya akan berpihak kepada Pandawa. Ia mencoba menutupi kekecewaannya dengan berkata, “Pamanku yang perkasa, engkau mempunyai kewajiban untuk memenuhi janjimu kepada Duryodhana. Kedudukanmu akan sama dengan Kresna dalam pertempuran nanti. Karna pasti akan mengharapkan Paman untuk menjadi sais keretanya waktu ia berhadapan dengan Arjuna. Apakah Paman akan menyebabkan kematian Arjuna atau Paman akan menghindarkannya dari maut ? Tentu saja aku tidak bisa memintamu untuk menjatuhkan pilihan. Aku hanya mengungkapkan isi hatiku dan keputusan terletak di tangan Paman”.

Prabu Salya menjawab, “Anak-anakku, aku telah dijebak oleh Duryodhana. Aku telah berjanji akan membela dia. Ini berarti aku harus berhadapan dengan kalian. Tetapi, seandainya Karna memintaku menjadi sais keretanya dalam pertarungan melawan Arjuna, ia pasti gentar menghadapinya. Arjuna pasti menang. Segala penghinaan yang kalian terima dan diderita oleh Drupadi akan berubah menjadi kenangan indah bagi kalian. Kelak kalian akan hidup bahagia. Ingatlah, tak seorangpun dapat menghindari atau menghapus suratan nasib. Aku telah berbuat salah. Sepantasnyalah aku memikul akibatnya”.





Prabu Salya, adalah saudara Dewi Madrim Ibu dari Nakula dan Sadewa. Ia mendengar berita bahwa Pandawa berkemah di Upaplawya dan sedang sibuk mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan perang yang akan datang. Prabu Salya lalu mempersiapkan balatentaranya dalam jumlah yang amat besar dan mengirim mereka ke tempat berkumpulnya pasukan perang Pandawa.

Berita keberangkatan Prabu Salya bersama balatentaranya sampai ke telinga Duryodhana. Ia memerintahkan sejumlah perwiranya untuk menyambut Prabu Salya dan memerintahkan pasukannya untuk membangun beratus-ratus tempat peristirahatan di sepanjang jalan yang akan dilalui balatentara Prabu Salya. Tempat peristirahatan itu dihias dengan sangat indah. Waktu beristirahat, balatentara Prabu Salya dijamu dengan aneka macam makanan dan minuman yang berlimpah dan dihibur dengan berbagai pertunjukkan kesenian yang memikat.

Seluruh balatentara Prabu Salya merasa senang dan puas menerima sambutan Duryodhana. Prabu Salya sendiri menemui salah seorang perwira tinggi pasukan Duryodhana dan berkata, “Aku ingin memberi hadiah kepadamu dan kepada mereka yang telah menyambut kami dengan ramah. Katakan kepada Duryodhana bahwa aku sangat berterima kasih kepadanya”.

Perwira itu lalu menyampaikan pesan Prabu Salya kepada Duryodhana. Mendengar hal itu, Duryodhana yang memang menunggu saat paling tepat untuk menemui Prabu Salya, segera menemui Raja tersebut. Dihadapan Prabu Salya, ia mengatakan betapa besarnya kehormatan yang diperolehnya karena Raja Salya merasa senang oleh sambutan pasukan Duryodhana. Tutur kata Duryodhana yang ramah benar-benar menyenangkan hati Prabu Salya yang sama sekali tidak punya prasangka apapun. Ia mengira semua itu merupakan ungkapan ketulusan Kurawa. “Alangkah hormat dan baik hatinya engkau kepada kami”, kata Prabu Salya yang terbuai oleh sambutan luar biasa dan keramahan pasukan Duryodhana. “Bagaimana aku bisa membalas budi baikmu ?” tanya Salya.
Duryodhana lalu menjawab, “Sebaiknya kau dan balatentaramu bertempur di pihak kami. Itulah yang kuharapkan sebagai balas budimu”.

Prabu Salya sangat kaget mendengarnya. Ia terdiam, terpaku. Maka sadarlah ia dengan siapa sebenarnya ia berhadapan.Duryodhana melanjutkan, “Engkau sama berartinya bagi kami berdua. Kami adalah keponakanmu juga. Engkau harus penuhi permintaanku dan berikan bantuanmu kepadaku”.

Karena telah menerima pelayanan yang sangat baik dari anak buah Duryodhana selama beristirahat, dengan singkat Prabu Salya menjawab, “Kalau memang demikian keinginanmu, baiklah !”.
Duryodhana yang belum merasa yakin akan jawaban itu, mendesak Prabu Salya sekali lagi sebelum raja itu pergi.

Prabu Salya memandang Duryodhana dengan tajam sambil berkata, “Duryodhana, percayalah kepadaku. Aku berikan kehormatan ucapanku kepadamu. Tetapi aku harus menemui Yudhistira untuk menyampaikan keputusanku”.

Akhirnya Duryodhana berkata, “Pergilah menemui Yudhistira, tetapi kembalilah segera. Jangan ingkari janjimu”.
Salya hanya berkata, “Kembalilah ke istanamu dan peganglah kata-kataku. Aku tidak akan mengkhianatimu”.
Setelah berkata demikian, ia meneruskan perjalanannya menuju Upaplawya, tempat perkemahan Pandawa.

Pandawa menyambut paman mereka dengan gembira. Nakula dan Sadewa langsung menceritakan pengalaman pahit yang mereka alami selama hidup di pengasingan. Tetapi, ketika mereka mengharapkan bantuan Prabu Salya dalam peperangan yang akan datang, dengan sedih Raja itu berkata bahwa ia telah menjanjikan dukungannya kepada Duryodhana.

Yudhistira sangat terkejut dan menyesali dirinya sendiri karena sejak awal yakin bahwa Prabu Salya akan berpihak kepada Pandawa. Ia mencoba menutupi kekecewaannya dengan berkata, “Pamanku yang perkasa, engkau mempunyai kewajiban untuk memenuhi janjimu kepada Duryodhana. Kedudukanmu akan sama dengan Kresna dalam pertempuran nanti. Karna pasti akan mengharapkan Paman untuk menjadi sais keretanya waktu ia berhadapan dengan Arjuna. Apakah Paman akan menyebabkan kematian Arjuna atau Paman akan menghindarkannya dari maut ? Tentu saja aku tidak bisa memintamu untuk menjatuhkan pilihan. Aku hanya mengungkapkan isi hatiku dan keputusan terletak di tangan Paman”.

Prabu Salya menjawab, “Anak-anakku, aku telah dijebak oleh Duryodhana. Aku telah berjanji akan membela dia. Ini berarti aku harus berhadapan dengan kalian. Tetapi, seandainya Karna memintaku menjadi sais keretanya dalam pertarungan melawan Arjuna, ia pasti gentar menghadapinya. Arjuna pasti menang. Segala penghinaan yang kalian terima dan diderita oleh Drupadi akan berubah menjadi kenangan indah bagi kalian. Kelak kalian akan hidup bahagia. Ingatlah, tak seorangpun dapat menghindari atau menghapus suratan nasib. Aku telah berbuat salah. Sepantasnyalah aku memikul akibatnya”.